Sabtu, 19 Maret 2011

Sejarah

Nagari Koto Gadang merupakan salah satu dari 11 nagari yang terletak di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Asal usul Nagari Koto Gadang menurut sejarahnya dimulai pada akhir abad ke-17, dimana ketika itu sekelompok kaum yang berasal dari Pariangan Padangpanjang mendaki dan menuruni bukit dan lembah, menyeberangi anak sungai, untuk mencari tanah yang elok untuk dipeladangi dan dijadikan sawah serta untuk tempat pemukiman.
Setelah lama berjalan, sampailah di sebuah bukit yang bernama Bukit Kepanasan. Disitulah mereka bermufakat akan membuat teratak, menaruko sawah, dan berladang yang kemudian berkembang menjadi dusun. Lama kelamaan, dikarenakan anak kemenakan bertambah banyak, tanah untuk bersawah dan berladang tidak lagi mencukupi untuk dikerjakan maka dibuatlah empat buah koto. Bercerailah kaum-kaum yang ada di bukit tersebut. Dimana 2 penghulu pergi ke Sianok, 12 penghulu dan 4 orang tua pergi ke Guguk, 6 penghulu pergi ke Tabeksarojo, dan 24 penghulu menetap di Bukit Kepanasan. Karena penghulu yang terbanyak tinggal di koto tersebut maka tempat itu dinamakan Koto Gadang. Itulah nagari–nagari awal yang membentuk daerah IV Koto.
Kaum-kaum yang datang bersama ini kemudian membangun pemukiman dan bernagari dengan tidak melepaskan adat kebiasaan mereka. Dengan bergotong royong mereka membangun rumah-rumah gadang, sehingga sebelum tahun 1879 banyaklah rumah gadang yang bagus berikut dengan lumbungnya. Pada tahun 1879 dan 1880 terjadilah kebakaran besar sehingga memusnahkan perumahan-perumahan tersebut.
Penghidupan orang Koto Gadang sebelum Alam Minangkabau berada dibawah pemerintah Hindia Belanda ialah bersawah, berladang, berternak, bertukang kayu, dan bertukang emas. Pekerjaan bertukang emas anak negeri sangat terkenal di seluruh Minangkabau. Karena berkembangnya penduduk, hasil yang diperoleh dari persawahan tidaklah mencukupi lagi. Mulailah orang Kotogadang pergi merantau ke negeri lain seperti Bengkulu, Medan, Jakarta, dan lain-lain.
Setelah pemerintah Hindia Belanda memerintah Alam Minangkabau, Koto Gadang dijadikan ibu nagari dari Kelarasan IV Koto. Dibuatlah susunan pemerintahan yang baru dengan Tuanku Lareh sebagai pemimpin yang memerintah di kelarasan IV Koto dan Penghulu Kepala sebagai pemimpin pemerintahan nagari.

[sunting] Nagari Terpelajar

Koto Gadang merupakan nagari/desa yang paling banyak melahirkan sarjana di Indonesia[rujukan?]. Sejak zaman penjajahan hingga sekarang, keluarga-keluarga di Koto Gadang tetap mengutamakan pendidikan kepada anggota keluarganya. Kalau masyarakat daerah lain di Minangkabau merantau umumnya untuk berdagang, maka masyarakat Koto Gadang merantau untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Tahun 1856, dari 28 Sekolah Desa dengan masa belajar tiga tahun yang berdiri di berbagai nagari di Sumatera Barat, satu terdapat di nagari Koto Gadang. Menurut laporan Steinmetz, sejak didirikan, ada 416 murid Sekolah Desa. Namun hanya 75 orang yang selesai. Selebihnya putus di tengah jalan, karena menikah atau lantaran berbagai sebab lain. Steinmetz menilai, kemajuan paling pesat tampak pada anak-anak Agam terutama dari Koto Gadang yang rajin dan cerdas.
Kesadaran menuntut ilmu di Koto Gadang dimulai di awal abad-20 ketika pembaharuan dimasukkan oleh laras Koto Kadang, Jahja Datoek Kajo (bertugas dari tahun 1894-1912) yang meramalkan bahwa hanya melalui pendidikan, corak kehidupan dapat didatangkan ke Koto Gadang. Dengan perencanaan yang sistematis dan dengan sistem kepemimpinan yang kharismatik, Jahja Datoek Kajo mendorong setiap anak lelaki dan perempuan pergi ke sekolah. Sekolah untuk anak laki-laki didirikan di tahun 1900, dan di tahun 1912 didirikan pula sekolah yang terpisah untuk anak-anak gadis Koto Gadang. Sebuah badan tersendiri yang dinamai studiefonds (dana pelajar) didirikan untuk mengumpulkan dana dari orang kampung guna mengirim anak-anaknya melanjutkan studi di Jawa, dan bahkan di negeri Belanda.
Menurut laporan di Soeara Kemadjuan Kota Gedang (1916), demi kepentingan pendidikan, para orang tua yang waktu itu berpenghasilan rata-rata 15 gulden per bulan, sanggup membayar uang sekolah anaknya yang mencapai 5 gulden per bulan. Sebelum ada Hollands Inlandsche School (HIS), Sekolah Dasar tujuh tahun dengan bahasa pengantar Belanda, dan Meer Uitgebreid Lager Onderwojs (MULO) berdiri awal tahun 1900, sudah banyak anak Minang bersekolah ke STOVIA, sekolah tinggi kedokteran di Jakarta, atau NIAS di Surabaya, terutama anak-anak Koto Gadang. Menurut data tahun 1926, dokter lulusan STOVIA asal Minang berjumlah 32 orang.
Semangat menuntut ilmu ini diteruskan sampai sekarang di Koto Gadang, yang akibatnya praktis setiap orang kampung di Koto Gadang melek huruf, pintar membaca dan menulis, serta pintar-pintar bahasa Belanda. Makanya jangan heran, tahun 1917, dari 2.415 penduduk, sebanyak 1.391 orang di antaranya sudah bekerja, antara lain 297 orang jadi amtenar dan 31 orang menjadi dokter.
Penelitian yang dilakukan Mochtar Naim menunjukkan, di antara 2.666 orang yang berasal dari Koto Gadang di tahun 1967, 467 atau 17,5 persen merupakan lulusan universitas. Di antaranya 168 (orang menjadi dokter, 100 orang jadi insinyur, 160 orang jadi sarjana hukum, dan kira-kira 10 orang doktorandus ekonomi dan bidang-bidang ilmu kemasyarakatan lainnya. Kemudian di tahun 1970, 58 orang lagi lulus universitas. Jadi, dengan 525 orang lulusan universitas (tidak termasuk mereka yang bergelar sarjana muda), Koto Gadang yang punya penduduk kurang dari 3.000 tak terkalahkan barangkali oleh desa mana saja, bahkan tidak oleh masyarakat-masyarakat yang telah maju lainnya di dunia.

[sunting] Tokoh

Karena majunya pendidikan di nagari Koto Gadang, banyak tokoh-tokoh kaliber nasional yang lahir atau berasal dari Koto Gadang. Ada lebih 70 tokoh yang masih menjabat atau menjadi mantan pejabat berasal dari Koto Gadang, dengan jabatan sebagai guru besar, rektor, atase, dokter, direktur BUMN, wali kota, menteri, dan sebagainya.
  • Sutan Sjahrir, perdana menteri pertama Indonesia
  • Haji Agus Salim, mantan menteri luar negeri dan diplomat Indonesia
  • Rohana Kudus, perempuan jurnalis pendiri surat kabar Soenting Melajoe
  • Emil Salim, mantan menteri lingkungan hidup Indonesia
  • Syahrir, ekonom dan pendiri Partai Indonesia Baru
  • Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ahli fikih dan imam besar Masjidil Haram
  • Daan Jahja, gubernur militer Jakarta dan pangdam Siliwangi
  • Mr. Dr. Mohamad Nazif, sekjen gubernur Batavia
  • Prof. dr. Mohamad Sjaaf, Dokter spesialis mata dan presiden (rektor) pertama Universitas Andalas, Padang
  • Ferdy Salim, mantan Duta Besar RI untuk Brunei Darussalam
  • Prof. Dr. Hanif Datuk Magek Labiah, guru besar
  • Mr. Tamzil glr. Sutan Narayau, mantan Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin
  • Abdul Muis, mantan Duta Besar RI di Ceko
  • Mr. Abdul Karim, mantan Dirut BNI
  • Mr. Mohamad Razif, mantan Duta Besar RI untuk Malaysia dan terakhir untuk India
  • B. A Masfar, mantan Kuasa Usaha Indonesia di Arab Saudi
  • Haji Oesman Effendy, pelukis
  • Haji Hasan Jafar, pelukis
  • Zanir, mantan Direktur BNI dan BCA
  • Ir. E. H. Nizar Datuk Kayo, mantan Dirut PT Semen Tonasa
  • Ir. Ichdan Nizar, mantan Dirut PT Semen Padang
  • Ed Zoelverdi, jurnalis dan fotografer yang dijuluki Mat Kodak Indonesia
  • Rais Abin, jenderal TNI
  • OB Syaaf, jenderal TNI
  • Jasril Jacub, jenderal TNI
  • Niel Almatzir, jenderal TNI
  • Daan Anwar, jenderal TNI
  • Dr Nusmir, jenderal TNI
  • Z. Bazar, jenderal TNI
  • K. Rahman Dt Maharajo, jenderal TNI
  • Syaiful Sulun, jenderal TNI

[sunting] Suku dan Jurai

[sunting] Suku

Penduduk yang telah bermukim itu tersusun berdasarkan suku dan kaum, dipimpin oleh Penghulu Suku yang disebut Datuk. Kotogadang terbagi atas empat suku yaitu:
  1. Sikumbang:
    1. Sikumbang Mudiak : empat paruik
    2. Sikumbang Hilir : empat paruik
      Kaum – kaum ini dinamakan Sikumbang nan Salapan Hindu
  2. Koto:
    1. Koto nan ampek paruik
    2. Koto nan tigo paruik
      Kaum–kaum ini dinamakan Koto nan Tujuah Paruik
  3. Guci/Piliang:
    1. Guci terdapat tiga buah paruik
      1. Guci Pacah
      2. Guci Tabit Hanyir
      3. Guci Parit Tahampai
    2. Piliang terdapat tiga buah paruik
      1. Piliang Panjang
      2. Piliang Kamang / Piliang Tapi
      3. Piliang Kampuang Teleng
        Kaum–kaum ini dinamakan Guci/Piliang nan Anam Panghulu
  4. Caniago:
    1. Caniago Tapi
    2. Caniago Tangah
    3. Caniago Bodi
      Kaum–kaum ini dinamakan Caniago nan Tigo Ninik

[sunting] Jurai

Jurai dibagi atas tiga :
  1. Jurai Mudiak
  2. Jurai Tangah
  3. Jurai Hilir
Itulah sebabnya dikatakan Kotogadang nan tigo jurai nan ampek suku.

[sunting] Pranala luar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar